Bali memang surga wisata. Keberagaman budaya dan berbagai pesona wisata yang dimiliki menjadikan Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia. Tak hanya pantainya yang indah, Bali juga menyimpan pesona keindahan goa yang sarat akan sejarah. Salah satunya adalah Goa Gajah. Sebenarnya goa gajah adalah sebuah tempat pertapaan yang kini difugsikan sebagai pura. Namun karena lebih berbentuk seperti goa sehingga disebut dengan goa gajah. Goa ini berjarak sekitar 27 km dari Denpasar, tepatnya di Desa Bedulu, Blahbatu, Gianyar. Goa Gajah berada di jalur jalan raya antara Ubud dan Kintamani. Nilai sejarah yang termuat di goa ini menjadikan goa ini tercatat dalam daftar tentatif, oleh UNESCO, sebagai warisan dunia bidang kebudayaan pada tanggal 19 Oktober 1995.
Goa gajah sendiri dahulunya berada di pusat kerajaan Kuna yang belum mendapat pengaruh dari kerjaan majapahit atau Jawadwipa. Nama Goa Gajah diduga berasal dari kitab lontar Negarakertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca di tahun 1365 M. Dalam kitab tersebut terdapat kata Lwa Gajah yang berarti sungai gajah. Letak goa ini memang dikelilingi persawahan dan sungai kecil. Sungai-sungai ini kemudian mengalir menuju sungai Petanu yang berada di depan candi. Namun ada pula yang mengatakan bahwa nama goa gajah berasal dari Arca Ganesha yang berada di dalam goa tersebut. Arca tersebut berkepalakan seperti belalai gajah. Sementara dalam prasati Dawan dan prasasti Pandak bandung tertulis tempat pertapaan, yang dalam bahasa sanksekerta bernama Antakunjarapada, yang berarti tempat pertapaan yang berada di perbatasan wilayah Air Gajah.
Berdasarkan tulisan di prasasti tersebut terlihat adanya hubungan pertapaan goa gajah dengan pertapaan Kunjarakunja, India. Pertapaan Kunjarakunja merupakan kediaman Rsi Agastya atau yang sekarang dikenla dengan sebutan Agastya-malai. Lingkungan di Pertapaan Kunjarakunja diperkirakan menjadi konsep penamaan pertapaan Goa Gajah. Misalnya saja dibagian muka gua terdapat relief yang menyerupai alam pengunungan lengkap dengan pepohonan dan binatang. Hal ini menunjukkan bahwa pertapaan tersebut berada di sebuah pegunungan dengan hutannya yang lebat dan berbagai binatang. Di atas lubang gua terdapat pahatan kala guna menjaga kesucian dan memberikan perlindungan bagi pertapaan tersebut.
Di sebelah selatan sungai terdapat Arca Budha dan relief di pertapaan agama Budha. Arca tersebut memiliki bentuk yang sama dengan yang ada di Candi Borobudur. Oleh karenanya diduga pada abad ke 8 Masehi, Goa Gajah menjadi kegiatan agama Budha, lebih lama dari peninggalan agama Shiwa yang terdapat di dalam gua itu sendiri. Sementara itu peninggalan yang lain seperti arca Ganesha dan Trilingga yang berada di sebelah utara, terdapat tulisan Kadiri Kwadrat yang berbunyi “kumon sahy (w) angsa” yaitu tulisan yang berbentuk segi empat pada dinding sebelah timur pintu masuk. Tulisan yang sama juga ditemukan di Candi Padas Gunung Kawi yang berbunyi “haji lumahing jalu” dan pada candi di sebelahnya terdapat tulisan “rwa ta (a) nak ira”. Melihat tipe tulisan tersebut, diduga berasal dari abad ke 11 Masehi. Sehingga diperkirakan bahwapada abad ke 11 Masehi Goa Gajah menjadi tempat kegiatan agama Shiwa. Dengan berbagai peninggalan yang ada, baik peninggalan yang berbentuk ajaran Budha maupun ajaran Shiwa, menunjukkan harmonisasi dan toleransi beragama pada zaman dahulu yang perlu untuk kita teladani saat ini.
Sebelum goa gajah ditemukan, terlebih dahulu ditemukan arca Ganesha, Trilingga, dan Hartiti oleh LC. Heiting di tahun 1923, pada masa Hindia Belanda. Kala itu ditemukan 13 ceruk dengan 4 ceruk berada pada lorong masuk dan yang lainnya berada dalam gua. Ceruk-ceruk tersebut berfungsi untuk meletakkan arca pujaan dengan alat ritualnya. Selanjutnya Dr. WF. Stuterhiem melakukan penelitian lanjutan pada tahun 1925. Melalui seksi-seksi banguna purnakala di bali, Dinas Purbakala Indonesia melakukan penelitian dan penggalian pada tahun 1954 dengan dipimpinan J.L Krijgman. Hingga tahun 1979, dtemukanlah tempat pemandian suci di bagian luar dengan tujuh buah patung wanita yang memiliki pancuran air di dada. Masyarakat percaya bahwa air dari pancuran tersebut mampu memberikan vibrasi pencucian aura bagi mereka yang datang. Air ini digunakan sebagai keperluan upacara.
Selain sejarah dan lokasinya yang asri, lokasi ini juga menawarkan tempat informasi. Sehingga anda akan menjadi lebih tahu tentang benda-benda bersejarah yang ada di sini melalui pamflet atau tulisan tentang obyek wisata ini. Untuk sampai ke goa gajah, dari areal parkir anda bisa menuruni tangga, yang dikelilingi pepohonan hijau yang rindang. Menurut petugas, pepohonan-pepohona tersebut telah berusia ratusan tahun. Sayangnya pintu masuk ke lorong gua hanya cukup untuk satu orang. Untuk berwisata di sini anda cukup membayar tiket masuk seharga Rp 6.000 bagi dewasa dan Rp 3.000 bagi anak-anak. Bagi anda yang datang ke Goa Gajah dengan bercelana pendek bisa meminjam Kamen atau sarung khas Bali. Karena salah satu aturan berkunjung ke sini adalah berpakaian sopan dan rapi serta sedang tidak datang bulan bagi wanita.
Setelah puas melihat-melihat artefak sejarah di goa gajah, anda bisa berbelanja souvenir di toko-toko yang berderet di sekitar tempat tersebut. Dan untuk kebutuhan akomodasi anda, anda bisa memanfaatkan berbagai hotel murah di Bali, seperti:
Refrensi:
- http://www.rentalmobilbali.net/goa-gajah/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Goa_Gajah#cite_note-Heyt-5
- http://balibackpacker.blogspot.com/2012/10/wisata-sejarah-di-pura-goa-gajah-bali.html
- http://www.wisatadewata.com/article/wisata/goa-gajah